SHS-23 Aeromovel Indonesia
Kebutuhan masyarakat Indonesia khususnya Jakarta akan transportasi massal yang layak tengah menjadi perhatian pemerintah. Pemprov DKI Jakarta pada akhirnya memulai pembangunan infrastruktur Mass Rapid Transit (MRT) pada bulan Oktober 2013 ini. Selain MRT, Pemprov DKI juga menggenjot pembangunan transportasi massal lainnya yakni monorail dan penambahan unit busway.
Adapun jika dilihat dari biaya, pembangunan MRT dan monorail termasuk mahal. Berdasarkan perhitungan awal, dibutuhkan $98 juta per kilometer untuk MRT, dan dibutuhkan $32 juta per kilometer untuk monorail. Sebenarnya pembiayaan sudah tidak menjadi masalah karena Pemprov DKI Jakarta telah mendapat pinjaman dari JICA.
Namun sebenarnya ada solusi transportasi massal yang jauh lebih murah dan sudah digunakan di Indonesia selama 24 tahun. Yaitu kereta Aeromovel, yakni kereta yang berjalan dengan tenaga angin. Di Indonesia, Aeromovel telah digunakan sebagai salah satu transportasi di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Kereta Aeromovel di TMII diberi nama Titihan Samirono oleh Soeharto Presiden ke-2 RI yang dalam bahasa Jawa Samirana artinya angin. Konsep alat transportasi yang dicetuskan Presiden kedua Republik Indonesia, HM Soeharto tersebut berhasil diterjemahkan dengan baik oleh seorang perancang teknis asal Brazil Oscar Coester, menjadi kereta bertenaga angin pertama di Indonesia bernama Aeromovel SHS-23 yang dipergunakan di Taman Mini Indonesia Indah sebagai angkutan wisata keliling. Salah satu keunikan sistem ini adalah pemanfaatan tenaga dorong-hisap udara sebagai penggerak.
Kereta Aeromovel di Porto Alegre, Brazil
Kereta layang ini dirancang sebagai kendaraan yang ringan karena di dalamnya tidak terdapat mesin, sehingga bebas polusi udara dan suara. Titihan Samirono merupakan salah satu alternatif angkutan yang menyajikan pelayanan murah, cepat, dan aman menjadi salah satu contoh bagi pengembangan transportasi massal pada masa datang.
Di TMII, Aeromovel melayang di jalan layang setinggi 6 meter dari atas tanah dengan kecepatan 15-20 km/jam, meskipun sesungguhnya kendaraan ini dapat melaju dengan kecepatan sampai dengan 60 km/jam. Kecepatan 15-20 km/jam merupakan kecepatan ideal mengingat panjang lintasan sekitar 3,2 km sekaligus memungkinkan para penumpang memiliki waktu lebih lama untuk memandang panorama Taman Mini lebih nyaman dan aman.
Dibutuhkan delapan bulan untuk membangun lintasan sepanjang 3.2 km tersebut, dengan enam stasiun dan tiga unit kereta. Aeromovel bisa berada di Indonesia melalui Lee Rogers, ekonom Amerika yang bertemu dengan Oskar Coester dan memperkenalkan teknologi Aeromovel kepada orang Indonesia.
Menurut penemu, pilihan untuk sistem roda / rel dibuat karena kurang gesekan, sekitar sepuluh kali lebih kecil dari sistem ban / aspal. Propulsi ini terinspirasi dari perahu layar, tapi dalam format terbalik. Kendaraan yang digerakkan oleh udara yang dihasilkan oleh industri kipas yang ditempatkan di tanah, yang mengontrol tekanan udara, kecepatan dan arah kendaraan bepergian.
Coester mengatakan, “Ketika saya menyiapkan paten pertama, saya pikir sangat sederhana karena mungkin sudah ada sebelumnya. Tapi tidak. Inggris adalah negara pertama untuk memberikan saya paten pada tahun 1978. Dan beberapa negara lainnya yang kemudian memberikan paten, seperti Jepang, Jerman, Amerika Serikat, Prancis dan Brasil.”
Sebagai transportasi massal yang telah hadir di TMII sejak tahun 1989 dan masih berjalan dengan baik, kualitas Aeromovel dinilai baik karena kekuatannya telah bertahan selama 24 tahun. Dari segi harga pembangunan juga lebih murah karena Aeromovel hanya membutuhkan $7 juta per kilometer.
Teknologi kendaraan SHS-23 Aeromovel Indonesia atau Titihan Samirono merupakan peluang bagi teknisi Indonesia untuk mengembangkannya bagi keperluan di Indonesia. Teknologi ini tidak hanya mengutamakan teknik, tetapi juga kedisiplinan tepat waktu dan mematuhi aturan lalu lintas. Keselamatan penumpang menuntut ditaatinya dan dipatuhinya aturan dan disiplin.
Post a Comment