Mari Bekerja Bersama #UbahJakarta Dengan MRT
Jakarta sebagai ibukota negara melayani pergerakan harian 25,4 juta perjalanan. Setiap minggunya 35 ribu unit motor dan mobil memadati jalanan Jakarta dan menjadikan Jakarta menduduki posisi ke-7 sebagai kota termacet di dunia.
Disamping itu dengan kecepatan pembangunan saat ini diperkirakan populasi jakarta pada tahun 2020 akan mencapai 16 juta jiwa (versi World Bank). Prediksi ini berdasarkan tingkat pertumbuhan penduduk di Jakarta sebanyak 3,7% per tahun.
Bayangkan saya jika 1 orang dewasa memiliki 1 kendaraan pribadi dikalikan dengan jumlah populasi 16 juta jiwa dan ditambah dengan kendaraan yang masuk dari kota peyangga. Sudah berapa banyak kah kendaraan yang akan memadati jalanan di Jakarta? Bahkan sistem transportasi umum yang ada sekarang pun sudah tidak bisa menampung banyaknya penglaju, baik dari dalam maupun luar kota Jakarta.
Jika kita intip negara tetangga kita Singapura, ia sudah terlebih terdahulu dalam membangun sebuah sistem transportasi umum yang ramah, saling terintegrasi dan modern. Tulang punggung transportasi umum disana pada mulanya hanya sebuah bus kota. Namun Perdana Menteri Singapura yaitu Lee Kuan Yew menyimpulkan bahwa sistem transportasi yang hanya menggunakan bus tidak akan mencukupi kebutuhan masyarakat di masa mendatang. Karena hal ini akan memerlukan jalur jalan aspal yang lebih luas ditambah dengan adanya keterbatasan lahan. Pemerintah Singapura kemudian memberanikan diri membangun sistem transportasi MRT (Mass Rapid Transit) dengan biaya konstruksi awal sebesar 5 miliar dolar Singapura, dan itu adalah biaya termahal yang pernah dikeluarkan untuk sebuah proyek transportasi di Asean.
Sekarang apa dampaknya?
Kini berbagai fasilitas moda transportasi yang telah di sediakan pemerintah Singapura menjadi pilihan gaya hidup nomor satu bagi masyarakatnya sendiri. Negara turut ikut andil dalam mengurangi polusi udara yang dihasilkan dari kendaraan bermotor.
Selain itu beberapa tahun berikutnya ibukota negara tetangga Kuala Lumpur juga turut mengembangkan transportasi berbasis rel seperti LRT (Light Rail Transit) dan Monorail, menyusul berikutnya Manila dan Hanoi.
Lalu bagaimana dengan Jakarta?
Jakarta sendiri masih berfokus pada penambahan beberapa ruas jalan baru dan meningkatkan sarana untuk kendaraan bermotor. Bukankah hal ini akan mengakibatkan permasalahan baru yang lebih besar? khususnya untuk ekonomi dan lingkungan. Sedangkan untuk transportasi umum masal, Jakarta masih bertumpu pada 6 lintas layanan Commuter Line dan 13 lintas layanan BRT TransJakarta.
Kepadatan penumpang yang sehari-hari menggunakan Commuter Line dan TransJakarta.
Dari berbagai hal transportasi yang pelik ini pasti akan meninggalkan sebuah pertanyaan besar khususnya bagi para penglaju. Bagaimana bisa penduduk dalam sebuah kota dengan sekelumit masalah transportasi yang tiada akhir dapat bergerak dengan cepat, efektif dan efisien ke tempat tujuan?
Mengubah pola pikir masyarakat dalam menggunakan jalan dan menawarkan pilihan transportasi publik yang menarik adalah salah satu jawabannya. Perencanaan transportasi publik yang lebih terintegrasi dan kompak yang didukung pelayanan pengumpan dan mobilitas tidak bermotor termasuk kelengkapan fasilitas bagi pejalan kaki menjadi sebuah keharusan.
Sebagai lanjutan dari sistem transportasi umum yang telah ada, Akhirnya pada tahun 2012 pemerintah dengan beraninya memutuskan membangun sebuah sistem transportasi masal baru berbais rel yaitu Metro atau biasa kita kenal dengan MRT. Pembangunan sistem transportasi ini sesuai dengan keputusan nomor KEP-49/M.EKON/08/05 tentang Kebijakan Pelaksanaan Infrastruktur untuk pembangunan MRT di Jakarta.
Pembangunan MRT di Jakarta akan memberikan langkah besar bagi penglaju di ibukota, sekaligus memperkenalkan konsep baru dalam tansportasi umum. Salah satu konsep baru yang di tawarkan MRT Jakarta adalah adanya jalur bawah sepanjang 6 kilometer yang di gali dengan TBM (Tunnel Boring Machine) yang tahan gempa, (CBTC) Communication Based Train Control dan (ATO) Automatic Train Operation.
Keunggulan lain yang dimiliki MRT adalah jalurnya yang tidak bersinggungan satu sama lain (bebas hambatan), menjaga ketepatan waktu dan sistem keamanan nya yang tinggi. Saat ini prses pembangunan MRT di jakarta terbagi dalam 3 fase, diantaranya
Fase 1 : Lintas layanan Utara-Selatan dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI yang akan beroperasi tahun 2019.
Fase 2 : Lintas layanan Utara-Selatan dari Bundaran HI hingga Ancol akan di bangun tahun 2018.
Peta pembangunan MRT Jakarta (Dok: PT. MRT Jakarta)
Sebagai bagian dari Jakarta Smart City, MRT akan terintegrasi dengan moda transportasi lain. Sistem integrasi ini disebut Transit Oriented Development (TOD). TOD akan dibangun di sepanjang area yang di lalui oleh layanan jalur MRT. Salah satu contoh TOD ini akan di kembangkan di wilayah Stasiun Dukuh Atas, dimana MRT akan saling terintegrasi dengan TransJakarta, Commuter Line, LRT, dan Kereta Bandara yang di hubungkan dengan sebuah jembatan melingkar. Pada jembatan melingkar tersebut juga akan di lengkapi dengan fasilitas pendukung lainnyaseperti toilet, toko retail, cafe dll.
TOD Dukuh Atas (Doc: BPTJ)
Dengan adanya MRT ini diharapkan bisa menurunkan waktu tempuh serta meningkatkan mobilitas warga Jakarta dan sekitarnya. Meningkatnya mobilitas warga nantinya akan memberikan dampak kepada peningkatan dan pertumbuhan ekonomi kota, dan meningkatkan kualitas hidup warga kota.
Bagi lingkungan, hadirnya MRT juga berdampak positif. Dampak lingkungan dengan adanya MRT adalah 0,7 persen dari total emisi CO2, yaitu sekitar 93.663 ton per tahun akan berkurang.
Yuk! Bersama #UbahJakarta dengan MRT Jakarta.
Perbaiki mobilitas, ubah gaya hidupmu.
Post a Comment